Minggu, 04 September 2016

Bahan Pakan Unggas







4.3.2.  Tepung Daun Pisang
Tanaman pisang mempunyai sitematika sebagai berikut :
Kelas               :  Monocotiledon
Famili              :  Musaceae
Spesies         : Musa paradisiaca yaitu pisang-pisang yang enak dimakan, Musa texcilisnoe yaitu pisang-pisang yang hanya diambil pelepah batangnya dan Musa sebrina van hautte yang merupakan tanaman pisang liar yang hanya ditanam sebagai hiasan.
            Menurut kegunaannya tanaman pisang dibagi menjadi dua, yaitu musa paradisica forma typica yang merupakan golongan tanaman pisang yang buahnya dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu dan pisang yang dapat dimakan setelah masak (buah segar) yang masuk ke dalam golongan musa paradisica var. sapientum dan Musa nana L. atau musa cavendisher
Tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara.  Gambar tanaman pisang dapat dilihat pada Gambar 4.5.




Perbandingan kandungan nutrisi tepung daun pisang dan tingginya kandungan karbohidrat dan energi dalam daun pisang dapat dilihat pada Tabel 4.15. dan 4.16.

Tabel 4.15.  Perbandingan kandungan nutrisi tepung daun pisang dengan bahan pakan yang lain.
No.
Kandungan nutrisi
Macam daun


Ketela
Lamtoro
Rumput gajah
Pisang
1.
Air (g)
9.96
7.76
9.50
9.52
2.
Abu (g)
7.32
6.90
8.59
5.52
3.
Lemak (g)
3.21
3.34
3.52
4.31
4.
Protein (g)
13.79
14.10
10.15
9.22
5.
Serat kasar (g)
24.13
19.60
16.52
15.21
6.
Karbohidrat (g)
43.00
28.30
28.31
33.10
7.
Energi met. (kkal)
247.00
199.50
183.00
244.00






Sumber :  Santoso (1989)

Tabel 4.16.  Kandungan nutrisi tepung daun pisang
No.
Zat makanan
Kandungan



1.
Energi metabolis (kkal)
2573.100
2.
Bahan kering (%)
88.934
3.
Protein (%)
14.758
4.
Serat kasar (%)
17.905
5.
Lemak (%)
7.790
6.
Abu (%)
5.603
7.
Karbohidrat (%)
60.803
8.
Kalsium (%)
0.513
9.
Fosfor (%)
0.160
10.
Tannin (%)
0.822
11.
Alanin (%)
0.585
12.
Arginin (%)
0.466
13.
Aspartat (%)
0.868
14.
Sistin (%)
0.017
15.
Glisin (%)
0.466
16.
Glutamat (%)
1.255
17.
Histidin (%)
0.173
18.
Isoleusin (%)
0.433
19.
Leusin (%)
0.740
20.
Lisin (%)
0.418
21.
Metionin (%)
0.148
22.
Fenilalanin (%)
0.431
23.
Prolin (%)
0.413
24.
Serin (%)
0.306
25.
Treonin (%)
0.373
26.
Triptofan (%)
0.230
27.
Valin (%)
0.550
Sumber : Trisaksono (1994)

Kelemahan daun pisang sebagai alternatif bahan pakan unggas adalah adanya faktor pembatas yaitu kandungan tannin.  Ada dua golongan tannin di dalam daun pisang yaitu tannin yang bebas yang dapat menyebabkan rasa pahit dan tannin tidak bebas yang sedikit pengaruhnya terhadap palatabilitas.  Tannin merupakan polimer fenol yang dapat menurunkan palatabilitas, menghambat kerja enzim dan mempunyai kemampuan untuk mengikat protein.  Pada unggas, tannin menyebabkan kejadian penurunan konsumsi.   Selain itu juga mengurangi daya cerna protein karena menghambat aktivitas enzim proteolitik khususnya tripsin.  Tannin juga menyebabkan retensi nitrogen tertekan dan mengakibatkan penurunan daya cerna asam amino.  Daun pisang dapat digunakan sebagai bahan pakan ayam dan mempunyai pengaruh  yang  baik   terhadap   pertumbuhan   ayam   petelur   (Santoso et al, 1984). 
Selanjutnya dilaporkan juga bahwa aras pemberian tepung daun pisang sebesar 9 persen dalam pakan sebagai pengganti daun lamtoro tidak banyak mempengaruhi konsumsi, konversi dan efisiensi pakan ayam broiler.  Berdasarkan analisis ekonomi, pemberian tepung daun pisang ternyata lebih ekonomis dari pada daun lamtoro.  Rismunandar (1989) menyatakan bahwa daun pisang dapat digunakan untuk makanan sapi dan kerbau pada waktu musim kemarau apabila kekurangan rumput.
Penelitian Trisaksono (1994) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun pisang yang ditambahkan enzim sellulase menunjukkan semakin meningkat aras pemberian tepung daun pisang memberi efek terhadap peningkatan konsumsi pakan yang maksimum pada aras pemberian 10 persen, tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan.   Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian tepung daun pisang yang paling baik digunakan sebagai bahan campuran dalam pakan adalah aras 20 persen karena dari hasil analisis varian memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konversi pakan.


            Manihot esculenta Crants atau ubi kayu termasuk famili Euphorbiacease.  Tanaman ubi kayu bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Selatan.  Walaupun demikian Indonesia merupakan penghasil ubi kayu nomor satu di dunia dan disusul oleh Brazilia. 
            Daun ubi kayu dapat dilihat pada Gambar 5.3.



Variatas ubi kayu dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu varietas manis yang mengandung kurang dari 0.01% HCN dan varietas pahit yang mengandung 0.02 - 0.03% HCN.  Variatas manis misalnya varietas Ambon, varietas Gading dan varietas adira.  Sedangkan varietas pahit adalah varietas Valencia, varietas Pandensi, varietas Muara, varietas Bogor dan varietas Faroka. Ubi kayu pahit ditanam untuk keperluan industri seperti industri tapioka.  Ubi kayu varietas Valencia dapat dipotong 40 cm (daun dan batangnya yang masih hijau) setiap tiga bulan tanpa mempengaruhi produksi ubinya, sedangkan kandungan protein daunnya sebesar 25,9 persen.  Namun di Indonesia pemetikan daun dua kali dalam setahun hasil ubinya akan lebih baik.
            Helai daun dibandingkan dengan tangkai dan batang merupakan bagian terendah serat kasarnya dan paling tinggi kandungan proteinnya.  Oleh sebab itu daun ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas.  Kandungan protein daun ubi kayu bervariasi bergantung dari varietas, kesuburan tanah, komposisi campuran daun dan tangkai daun serta umur tanam.
            Daun ubi kayu segar dan kering mempunyai kandungan kalsium yang tinggi tetapi kandungan fosfornya rendah jika dibandingkan dengan jagung dan sorghum.  Daun ubi kayu segar mengandung aam askorbat tinggi yaitu 0,4 - 1,8 per kg, mengandung cukup banyak vitamin B dan karoten tetapi kandungan vitamin E sangat rendah.  Kandungan protein pada ubi tua yaitu daun dari tangkai ke enam sampai tangkai ke sepuluh lebih tinggi dibandingkan daun muda, yaitu pucuk sampai tangkai ke lima, masing-masing sebesar 26,45 persen dan 25,45 persen.
            Hasil utama yang diberikan oleh daun ubi kayu adalah protein, karbohidrat,  dan vitamin.  Daun ubi kayu mengandung kurang lebih 25,8 sampai 27,3 persen protein kasar, 7,6 - 10,5 persen lemak, 5,7 - 8,8 persen serat kasar dan 50,1 - 51,9 persen BETN dari bahan kering.  Kandungan nutrisi tersebut bergantung pada umur, waktu panen, varietas, kondisi tanah dan cara pengolahannya.  Kandungan nutrisi tepung daun ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 5.4. dan 5.5.


Tabel 5.4.  Kandungan nutrisi tepung daun ubi kayu
No.
Zat makanan
Kandungan



1.
Protein (%)
27,00
2.
Serat kasar (%)
16,00
3.
Lemak kasar (%)
7,00
4.
Energi (kkal/kg)
1991,00
5.
Bahan kering (%)
81,50



Sumber :  Gohl (1981)


No.
Asam amino
Kandungan (%)
1.
Arginin
1,33
2.
Histidin
0,55
3.
Isoleusin
1,32
4.
Leusin
2,67
5.
Lisin
1,80
6.
Metionin
0,25
7.
Fenilalanin
-
8.
Treonin
1,30
9.
Triptofan
0,25
10.
Valin
1,73



Sumber :  Gohl (1981)

            Kandungan protein dan lemak daun ubi kayu lebih tinggi serta sedikit mengandung serat kasar dan abu bila dipanen pada umur 217 hari dibandingkan bila dipanen pada umur 305 hari.  Protein daun ubi kayu defisien asam amino yang mengandung sulfur yaitu metionin, mempunyai kalsium yang tinggi tetapi kandungan fosfornya rendah. 
            Daun ubi kayu mengandung dua glukosida sianogenik yaitu linamarin sebanyak 93 persen dari total glukosida dan luteustralin sebesar 7 persen.  Bila dihidrolisis oleh asam atau enzim, maka senyawa ini akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang beracun bagi ternak.  Dengan adanya metionin dalam ransum, asam sianida hasil hidrolisis linamarin dan luteustralin akan mengalami detoksifikasi.  Untuk mengurangi kandungan asam sianida dalam daun ubi kayu dapat dilakukan dengan pengeringan, perendaman, dan pemasakan.
            Penjemuran daun ubi kayu dapat dilakukan selama tiga minggu atau dengan perebusan akan menurunkan kandungan asam sianida.  Perendaman  dalam air selama lima hari dapat menurunkan asam sianida dari 97 persen menjadi 45 persen.  Cara pengeringan menggunakan sumber panas matahari merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan oleh peternak di pedesaan.  Selain dapat menurunkan kadar asam sianida dalam daun ubi kayu, juga mencegah kejadian penjamuran, memudahkan penyimpanan dan tidak banyak membutuhkan tempat serta dapat sebagai persediaan bahan pakan pada saat sulit mencari pakan.  Pengeringan menggunakan oven pada suhu 45 - 55oC dapat menurunkan 75 persen kadar glukosida.    Daun ubi kayu bila dipanen pada umur lima bulan maka racun asam sianida tidak menjadi masalah, karena pada umur tersebut kandungan asam sianidanya rendah yaitu setiap 100 gram daun ubi kayu mengandung 7,25 mg asam sianida.
            Menurut Vogt (1966) penggunaan tepung daun ubi kayu dengan level 10 persen dalam ransum ayam pedaging mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi penggunaan tepung daun ubi kayu lebih dari 20 persen dalam ransum mengakibatkan depresi pertumbuhan.  Penggunaan tepung daun ubi kayu dengan level 20 persen menunjukkan penurunan pertambahan bobot badan dan konversi pakan (Roos dan Enrques, 1969).  Daun ubi kayu sebelum diberikan pada unggas terlebih dahulu diolah untuk menurunkan kadar asam sianida.  Penggunaan daun ubi kayu dapat diberikan pada ayam pedaging sebanyak 10 persen dari jumlah ransumnya (Parakkasi, 1983).  Hasil penelitian Siriwardene dan Ranaweera (1974) menunjukkan penggunaan tepung daun ubi kayu sampai dengan pemberian 10 persen tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan dan konversi pakan ayam pedaging.   Sedangkan hasil penelitian Wadia (1989) menunjukkan penggunaan 5 persen tepung daun ubi kayu varietas faroka dalam ransum ayam pedaging periode awal memberikan pertambahan bobot badan yang tertinggi dibandingkan dengan penggunaan 10 dan 15 persen.  Hasil penelitian Agudelo dan Bentdetti (1980) menunjukkan penggunaan tepung daun ubi kayu sampai level 15 persen tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging. 
Hasil penelitian Siswantoro (1994) menunjukkan penggunaan tepung daun ubi kayu sampai kadar 20 persen berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi pakan dan bobot badan, sedangkan pada efisiensi pakan dan income over feed cost tidak berpengaruh nyata.  Selanjutnya hasil penelitian Arifin (1995) memperlihatkan semakin tinggi aras penggunaan tepung daun ubi kayu varietas Adira 1 mengakibatkan penurunan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan itik Mojosari jantan periode finisher.  Hal ini mengakibatkan pula semakin tinggi konversi pakan itik Mojosari.  Sehingga disarankan untuk membatasi penggunaan tepung daun ubi kayu varietas Adira 1 dalam campuran pakan itik Mojosari periode finisher karena adanya anti nutrisi yang dapat menghambat pertumbuhan.

Tanaman kapuk yang terdapat kapuk di Indonesia sebenarnya termasuk jenis komersial yang mempunyai mutu yang sangat baik.  Sedangkan di pasaran dunia, kapuk dikenal sebagai kapuk Jawa, yang dihasilkan dari tanaman kapuk dengan nama botani Ceiba petandra Gaertner.  Tanaman kapuk dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1.  Tanaman kapuk (www.ceiba.gov.do/2004/ images/ceiba/ ceiba.jpg)
  
Bungkil biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena mempunyai nilai gizi yang tinggi salah satunya adalah kandungan protein yang cukup tinggi. Seperti halnya bungkil-bungkilan lain, bungkil biji kapuk mempunyai protein kasar yang cukup tinggi (+ 28%)
Dari hasil analisis proximat di laboratorium IPB didapatkan hasil komposisi bungkil biji kapuk sebagai berikut: air sebesar 9,98 - 11,29%, rotein kasar sebesar 26,99 - 2,66%, lemak kasar sebesar 5,25 - 9,48%, serat kasar sebesar 23,75 - 28,76,  bahan ekstrak tanpa N sebesar 21,10 - 22,51%; abu sebesar 5,98 - 6,35%; kalsium sebesar 0,36 - 0,42% dan fosfor sebesar 0,58 - 0,78%.
Kandungan nutrisi bungkil biji kapuk menurut Oke (1978) dapat dilihat pada Tabel 5.7.

 
Tabel 5.7.  Kandungan nutrisi bungkil biji kapuk

No.
Zat makanan
Sumber dari


Lubis (1963)
B.P. Surabaya (1970)
Muller (1971)
Anonim (1976)
Hartadi et al (1986)
1.
Protein (%)
27.4
30.9
28.6
37.6
27.3
2.
Serat kasar (%)
25.3
27.0
24.6
30.2
20.6
3.
Lemak (%)
5.6
3.2
7.2
6.7
8.3
4.
Abu (%)
7.6
-
7.1
8.3
6.8
5.
BETN (%)
18.1
-
-
22.2
23.0







Sumber : *  Oke (1978)

Bungkil biji kapuk selain mengandung zat-zat pakan yang tinggi juga menghasilkan beberapa faktor pembatas diantaranya zat anti nutrisi berupa asam siklopropinoid sebesar 10 - 13% dan adanya selulosa yang dapat menurunkan daya cerna ternak. Faktor pembatas ini mempunyai sifat sebagai obat bius, karena mempunyai palatabilitas rendah penggunaannya sebagai bahan pakan ternak perlu dibatasi.  
Dinyatakan oleh Jahi (1974) bahwa penambahan bungkil biji kapuk sebanyak 2% dalam ransum basal yang terdiri dari jagung kuning 37%; dedak halus 25%; kacang hijau 5%; kacang kedele 6%; kacang merah 5%; bungkil kacang tanah 8%, ikan teri 10%; campuran mineral 4% dapat memperbaiki pertumbuhan anak-anak ayam. Sedangkan untuk fase grower dan finisher karena kondisi tubuh dan alat pencernaan sudah berkembang dengan baik maka ayam dapat menerima ransum yang mengandung 10 - 15% bungkil biji kapuk. Ayam broiler menurut hasil yang diteliti oleh Gunawan (1981) dinyatakan bahwa pemberian bungkil biji kapuk 5% dalam ransum pada ayam umur 1 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan dan banyaknya ransum pada anak-anak ayam dapat diberikan antara 2-5% bungkil biji kapuk.
Bagaimana pakan itu bekerja dalam sistem metabolisme tubuh unggas itu sendiri, disini gambarannya adalah siklopropinoid karena sifatnya berefek penenang (obat bius) akibatnya adalah dapat merubah metabolisme lemak dimana komposisi lemak berubah yaitu lebih banyak asam lemak yang mengandung stearat daripada oleat, dan akhirnya asam lemak stearat ini sulit terdegradasi dan diserap  oleh usus sehingga terjadi penimbunan lemak yang tinggi. Selain itu adanya gangguan pada metabolisme pakan sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lambat.
Gejala-gejala keracunan yang terlihat pada ternak unggas mengkonsumsi bungkil biji kapuk antara lain sebagai berikut:  penurunan produksi telur, penurunan efisisiensi penggunaan pakan, penurunan selera makan, penurunan bobot badan, penurunan fertilitas, penurunan daya tetas, penurunan pertumbuhan, penurunan tekanan darah, perubahan warna putih telur, muntah-muntah, dilatasi dinding pembuluh darah, dan terjadi kematian.
Oleh karena itu, cara pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah keracunan diatas adalah apabila sebelum digunakan, dinetralkan terlebih dahulu dengan berbagai cara misalnya dengan proses sulfitasi yaitu dengan cara mengalirkan sulfur dioksida terhadap minyak stercula faebida (pada minyak biji kapuk) yang mengandung asam sterculat yang dapat merusak cincin siklopropena dan merusak reaktifitas Halpen atau memberikan reaksi negatif terhadap uji Halpen dari minyak secara total. Jadi apabila bungkil bini karet tersebut digunakan sebagai pakan ternak maka siklopropinoid sudah bersifat netral dan sudah tidak berbahaya bagi ternak.

Dalam  dunia tumbuhan,  tanaman karet mempunyai  kedudukan  taksonomi sebagai berikut.
Divisi         :  Spermatophyta
Subdivisi    :  Angiospermae
Kelas          :  Dicotyledonae
Ordo           :  Euphorbiales
Famili         :  Euphorbiaceae
Genus         :  Hevea
Spesies       :  Hevea brasiliensis

Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia disamping Malaysia dan Thailand.  Pada tahun 1996, produksi karet Indonesia mencapati 1.543.000 ton.  Sedangkan Malaysia dan Thailand memproduksi masing-masing 1.082.500 ton dan 1.978.000 ton pada tahun yang sama.
Keunggulan Indonesia dalam peningkatan produksi karet untuk masa yang akan datang adalah pada masih tersedianya cukup besar lahan ditropis yang sesuai untuk penanaman karet. Kalau produksi karet Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari 1.256.000 ton pada tahun 1986 menjadi 1.543.000 ton pada tahun 1996, maka produksi karet Malaysia turun dari 1.415.600 ton menjadi 1.082.500 ton dalam kurun waktu yang sama.  Negara-negara produsen karet lainnya di dunia dan besarnya produksi masing-masing dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8.  Negara dan jumlah produksi karet pada tahun 1996  

No
Negara
Produksi (ton)
1
Malaysia
1.082.500
2
Indonesia
1.543.000
3
Thailand
1978
4
Sri Langka
112.5
5
Vietnam
132
6
Kamboja
43
7
India
540.2
8
Myanmar
20
9
China
430.9
10
Philipina
64
11
Nigeria
91
12
Lain-lainnya
302.9
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 1996-1998 (karet), Ditjen Perkebunan
           
Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia.  Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 788.292 ton pada tahun 1975 meningkat menjadi 987.771 ton pada tahun 1985 dan menjadi 1.324.295 ton pada tahun 1995.  Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 1995 mencapai US$ 1.962,8 juta yang merupakan 5,6% dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Jawa.  Luas area perkebunan karet tahun 1995 tercatat mencapai lebih dari 3.945.901 ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.  Diantaranya 84,5% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7,1% perkebunan besar negara serta 8,4% perkebunan besar milik swasta.  Produksi karet secara nasional pada tahun 1977 mencapai angka sekitar 1.548.609 ton. 
Indonesia  merupakan  salah satu  negara  penghasil karet alam yang terbesar di dunia.  Luas areal perkebunan karet pada tahun 1989 adalah 3.090.000 hektar dengan produksi  karet sebesar 1.270.000  megaton.  Indonesia tidak  mengalami kesulitan mengenai areal yang  dibuka untuk  ditanami karet.  Karet dapat tumbuh  dengan subur hampir di seluruh daerah Indonesia. Tanaman  karet tumbuh dengan baik di daerah  tropik yang terletak antara 15oLU - 10oLS, pada  ketinggian tempat 1 - 600 meter di atas tempat laut,  dengan suhu berkisar 25oC - 30oC, dan curah hujan  2.000 -  2.500 milimeter yang merata  sepanjang tahun, intensitas sinar matahari 5 - 7 jam  per hari,  pada tanah  rata tidak berbukit-bukit dan pH tanah berkisar  5 - 6.  Tanaman karet yang dikelola pihak perkebunan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1.  Perkebunan tanaman karet




Bungkil biji karet didapat dari sisa akhir  pengambilan minyak biji karet.  Bungkil biji  karet  mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, sehingga baik digunakan sebagai  bahan pakan ternak.  Dari hasil analisis  proksimat diperoleh struktur kimia dalam bungkil biji karet yang bervariasi seperti terlihat pada Tabel 5.9.
  
Tabel  5.9.   Struktur kimia  bungkil  biji karet


Kandungan nutrisi
Analisa proksimat dari
Energi metabolis (kkal/kg)
Bahan kering (%)       
Protein kasar (%)
Serat kasar (%)
Lemak kasar (%)
Abu (%)
1
-
92.00
25.10
15.40
11.60
4.60
2
2550
94.11
26.70
12.30
8.20
4.49
3
2380
90.70
26.70
10.80
3.80
-
4
-
-
34.12
20.43
11.97
7.32
5
-
91.60
26.49
14.27
12.90
5.93
Keterangan : 1. Ong dan Yeong (1977)
            2. Toh dan Chia (1977)
            3. Gohl (1981)      
            4. Karossi dkk (1985)
            5. Aboenawan (1992)

Bungkil biji karet digolongkan sebagai bahan  pakan sumber protein.  Kandungan protein bungkil  biji  karet berkisar  25 sampai 35 persen.    Bungkil biji    karet    bermanfaat   sebagai  substitusi  bahan   pakan  sumber protein.  Kandungan  asam  amino  bungkil biji karet lengkap tetapi mempunyai kandungan metionin dan lisin yang rendah.  Komposisi asam amino bungkil biji karet dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10.  Komposisi asam amino bungkil biji karet


No.

Asam amino (%)

1

2

3

1

Lisin

0.70

0.48

0.56
2
Metionin
0.28
0.17
0.21
3
Triptofan
-
-
0.62
4
Histidin
-
0.29
0.82
5
Fenilalanin
0.78
0.62
0.69
6
Leusin
0.90
1.40
0.69
7
Isoleusin
0.70
0.51
1.14
8
Treonin
0.73
0.50
0.50
9
Valin
1.06
1.53
0.39
10
Glisin
0.93
0.59
0.42

Keterangan :  1. Toh dan Chia (1977)
             2. Stosic dan Kaykay (1981)
             3. Narahari dan Kothdanaraman (1983)

Kandungan  energi  metabolis  bungkil  biji   karet sebesar 2550 kkal/kg.  Sementara  itu kandungan lemak dalam bungkil biji karet sekitar 3 sampai 13 persen. Lemak atau minyak yang masih terdapat dalam bungkil biji  karet mengandung  24 persen asam lemak jenuh yang terdiri  dari 11 persen asam palmitat, 12 persen asam stearat, 1 persen asam arakhidonat  dan 76 persen asam lemak  tidak  jenuh yang  terdiri  dari 24 persen asam linolenat, 35 persen asam linoleat dan 17 persen asam oleat.
Racun  dalam  biji  karet  terdapat  dalam  bentuk  linamarin.  Asam sianida dapat dinetralisasikan  dengan  beberapa macam perlakuan.  Beberapa studi tentang mekanisme  penurunan  sianida dan peningkatan reduksinya dapat dilakukan dengan suplementasi sulfur anorganik maupun organik. Suplementasi sulfur   akan menghasilkan tiosianat, reaksi ini akan dibantu oleh rodanase  (Nartey,  1973).  Tiosianat akan  dikeluarkan melalui urine (Sudaryanto, 1990).   Menurut  Marita (1988) pemberian  garam  ferosulfat dapat mengikat asam sianida dalam  pakan  sehingga hilang  sifat racunnya.  Pemberian garam ferosulfat  12,7 kali  kandungan asam sianida pakan menunjukkan efek  yang paling baik.   Menurut Gohl (1981) pakan dapat disuplementasi dengan  asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin, sistin dan sistein supaya menghasilkan penampilan yang baik bagi ayam pedaging.
Perlakuan lain yang dapat diberikan untuk  mengurangi asam sianida pada bungkil biji karet adalah dengan  penyim­panan  yang lama.  Perlakuan ini dapat menurunkan  kandungan asam sianida (Toh dan Chia, 1977; Ong dan Yeong, 1977).  Santoso (1987) menyatakan bahwa pengurangan asam sianida dalam bahan pakan dapat dilakukan dengan pengeringan,  perendaman  dan pemasakan.  Cara pengeringan  dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dan dapat pula oven.  Pengeringan dengan oven pada suhu 45 sampai 55oC  selama 4 jam dapat menurunkan  75 persen kandungan asam sianida (Nambisan,  1989) yang disitasi oleh Lubis (1989).  Cara pemanasan dengan menggunakan sumber panas  matahari merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan peternak  pedesaan (Abidin dan Hendratmo, 1985).  Perendaman  dalam air selama lima hari dapat  menurunkan asam sianida dari  97 persen menjadi  45 persen (Bourdoux et al., 1983).  Banea-Mayambu (1997) menyatakan bahwa racun sianida dapat dihilangkan dengan cara perendaman, perebusan, penggilingan dan fermentasi. 
Hasil penelitian dari Widodo menunjukkan bahwa perlakuan fisik yaitu proses pemanasan dan ekstrusi pada bungkil biji karet secara umum menurunkan kandungan sianida dan bahan ekstrak tanpa N dengan tetap mempertahankan kandungan nutrisi bungkil biji karet.   Semakin meningkat aras pemberian bungkil biji karet sampai aras 30 persen semakin menurun nilai kinerja dan status kesehatan ayam, dengan penurunan yang paling tajam terjadi pada aras pemberian bungkil biji karet 20 dan 30 persen, sementara itu tidak terjadi penurunan yang nyata antara aras pemberian bungkil biji karet 0 dengan 10 persen.  Perlakuan pemanasan, ekstrusi dan suplementasi kalsium sulfat pada bungkil biji karet tidak memp
Pengaruhi kinerja, nilai nutrisi dan status kesehatan kecuali hanya meningkatkan berat hati ayam pedaging.  Secara umum, semakin meningkat perlakuan interaksi antara aras penggunaan bungkil biji karet pada semua proses pengolahan bungkil biji karet yaitu pemanasan, ekstrusi dan suplementasi kalsium sulfat semakin menurun kinerja dan status kesehatan, tetapi meningkatkan nilai nutrisi ayam pedaging.  
Oleh sebab itu disarankan proses pemanasan dan ekstrusi dapat digunakan untuk mengurangi kandungan sianida dengan tanpa menurunkan kandungan nutrisi bungkil biji karet.    Bungkil biji karet sebagai bahan pakan ayam pedaging dapat diproses secara pemanasan, ekstrusi dan disuplementasi kalsium sulfat dengan memperhatikan faktor kandungan sianida, sedangkan penggunaan bungkil biji karet pada ayam pedaging tidak lebih dari aras 10 persen.

5.2.5.      Tepung bulu
Tepung bulu dapat dijadikan sumber protein dengan kandungan protein kasar lebih dari 44.7% (PK >20). 
Produksi tepung bulu ini relatif mudah dengan peralatan yang sederhana misalnya alat penggiling (grinding,hammer mill), oven, panci dan wadah. Dari segi pemasaran produk ini sangat mudah dipasarkan berkaitan dengan peningkatan pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging ayam, telur, susu yang kebutuhan pakannya mendesak untuk dipenuhi. Bahan baku utama bulu dapat mudah diperoleh terutama dari rumah potong hewan, rumah pemotongan ayam, rumah makan, warung sate, Fried Chicken, serta pusat pembuangan sampah.

Adapun proses pembuatan tepung bulu adalah sebagai berikut:
1.   Bahan baku dikumpulkan, dibersihkan kemudian direbus untuk memisahkan lemak yang mungkin masih menempel
2.    Bahan kemudian direndam dengan air bercampur asam HCl, agar terjadi pemutusan rantai-rantai atau ikatan protein yang tidak tercerna
3.    Bahan dicuci dan dibilas kembali, kemudian dilakukan pengeringan secara terbuka atau dengan oven untuk mengurangi kadar air
4.    Proses yang terakhir adalah penggilingan

Minat para peternak untuk menggunakan tepung tulang dan tepung bulu sebagai pakan ternak unggas cukup baik. Harga penjualan jenis tepung ini sesuai pasaran yaitu tepung bulu Rp 500/kg (berdasarkan harga bulan Maret 2000). Dengan harga yang relatif murah diharapkan kebutuhan penyusunan ransum pakan ternak khususnya pakan ternak unggas dapat tercukupi
Pakan asal by product umumnya memerlukan pengolahan sebelum diberikan ke ternak mengingat banyaknya keterbatasan yang dimiliki oleh bahan pakan tersebut. Tepung bulu ayam (TBA) misalya mempunyai ikatan keratin yaitu sejenis protein berserat yang bersifat sukar larut dalam air dan sulit dicerna oleh ternak unggas.
Tehnik pengolahan kombinasi antara perlakuan fisik dan kimia merupakan teknik pengolahan yang saat in bayak dipakai oleh industri TBA. Teknologi pengolahan TBA secara enzimatis mempergunakan enzim dari Baccillus lichiiformis dan produk enzimnya sekarang ini mulai diperkenalkan. Hasil penelitian yang dilaporkan dalam www.poultryindonesia.com (2003) tentang pengolahan tepung bulu dengan perlakuan enzim yang diujikan ada empat yaitu: (1) tepung bulu ayam tanpa perlakuan (TBO) sebagai kontrol, (2) tepung bulu ayam dengan perlakuan NaOH 0.4% dan di-autoclave (TBK), (3) tepung bulu ayam dengan perlakuan fermentasi selama 11 hari menggunakan kapang Cuninghamella spp (TBC) dan (4) tepung bulu yang diinkubasi dengan enzim keratinase (TBE) sebanyak 10 ml/gram TBA menunjukkan bahwa pengolahan tepung bulu ayam (TBA) nyata (P<0.05) menurunkan nilai ekskresi nitrogen serta nyata (P<0.05) meningkatkan nilai retensi nitrogen pada ayam pedaging. Uji kontras ortogonal memperlihatkan bahwa TBK dan TBE menghasilkan ekskresi nitrogen yang sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan TBO dan TBC, sedangkan ekskresi nitrogen perlakuan TBO nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ekskresi nitrogen perlakuan TBC. Ekskresi nitrogen TBK tidak berbeda nyata dibandingkan dengan TBE.


Ragi tape merupakan populasi campuran mikroba yang terdapat beberapa jenis yaitu genus Aspergillus, genus Saccharomises, genus Candida, genus Hansnula, sedang bakterinya adalah Acetobacter.  Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya.  Acetobacter mengubah alkohol menjadi cuka.  Secara fisiologis, ragi mempunyai persamaan yaitu menghasilkan fermen atau enzim-enzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi.  Adapun substrat yang diubah berbeda-beda.  Ragi tape serta bahan yang akan dibuat tape dapat dilihat pada Gambar 5.1.

            Gambar 5.1.  Ragi tape dan bahan tape berupa ketan dan singkong
           
Ragi tape sebenarnya adalah berupa mikroba Saccharomyces Cerevisiae yang dapat mengubah karbohidrat.  Sedang jamur yang ada dalam ragi tape adalah jenis Aspergillus.  Ragi tape merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan khamir yang mampu menghidrolisis pati.  Kapang tersebut adalah Amilomyces rouxii, sedangkan khamir tersebut adalah Saccharomyces.  Adapun mikroflora yang berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula, Amilomyces rouxii dan Aspergillus Orizae.  Proses pembuatan ragi tape dapat dilihat pada Gambar 5.1.


            Gambar 5.1.  Proses pembuatan ragi tape
www.iptek.net.id/ind/warintek/

Beberapa keuntungan hasil fermentasi terutama adalah asam asetat dan alkohol dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun di dalam pakan misalnya Clostridium botulinum.  Ragi yang bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.
            Ragi menghasilkan enzim pitase yang dapat melepaskan ikatan fosfor dalam phitin, sehingga dengan ditambahkan ragi tape dalam ransum akan menambah ketersediaan mineral.  Ragi bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna oleh ternak.  Spesies Aspergillus flavus relatif tidak aktif bila dibandingkan dengan jamur selulolitik yang lain, tapi enzim yang dihasilkan oleh Aspergillus orizae dan Aspergillus flavus mampu mendegradasi sellulosa dan juga menghidrolisis xylon, maka dengan penambahan ragi tape dapat meningkatkan kegiatan pencernaan dalam tubuh ternak sehingga pertumbuhan ternak menjadi optimal.         
            Enzim adalah biokatalisator protein untuk mengkatalisa reaksi-rekasi kimia pada sistem biologis.  Enzim adalah katalisator yang bereaksi secara spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalisis oleh enzim sehingga diperlukan banyak enzim.  Sebagian besar reaksi sel-sel hidup berlangsung sangat lamban bila reaksi tersebut tidak dikatalis oleh enzim.  Enzim adalah protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya.  Enzim dapat ditambahkan dalam ransum untuk mempercepat pencernaan ransum dan untuk mempertinggi penggunaannya.
            Hasil penelitian Rahman (1994) menunjukkan bahwa penambahan ragi tape dalam ransum pedaging dengan level 0,03 - 0,06 persen pada ayam umur 0 - 6 minggu tidak menunjukkan pengaruh antar perlakuan terhadap pertambahan bobot badan.





6.1.2.  Getah Pepaya
           
Berdasarkan situs resmi Deptan, papain itu mempunyai banyak manfaat. Produk itu kerap dicari untuk digunakan sebagai pelunak daging, pembuat konsentrat protein, pelembut kulit, antidingin, bahan obat dan kosmetik, penggumpal susu dan keju, konsentrat, perenyah kue dan feed additive pada ternak.
 Pembuatan papain juga terhitung sederhana. Petani cukup menderes batang atau buah, kemudian diproses dengan zat tertentu.
  Buah pepaya sebagai sumber getah pepaya dapat dilihat pada Gambar 5.1.


            Gambar 5.1.  Bauh pepaya

            Papain adalah suatu enzim pemecah protein (enzim proteolotik) yang terdapat dalam getah pepaya yang memiliki aktifitas proteolitik minimal 20 unit/gram preparat dan tergolong kedalam senyawa organik komplek yang tersusun dari gugusan asam amino. Papain adalah protease sulfihidril karena memiliki gugusan sulfihidril (SH) pada bagian aktifnya.
Papain kali pertama ditemukan pada tahun 1975 oleh Graffiti Hugges.
Papain seperti umumnya adalah protein yang mempunyai komposisi asam amino tertentu sebagaimana terlihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1.  Kandungan asam amino papain

No.
Asam amino
Jumlah g/100 g protein
Ntotal (%/100 g papain)
1.
Arginin
7,62 - 7,75
15,48
2.
Histidin
0,85 - 0,98
1,43
3.
Isoleusin
5,66 - 6,05
4,01
4.
Leusin
5,75 - 6,10
4,05
5.
Lisin
5,12 - 5,67
6,75
6.
Serin
5,03 - 5,91
4,89
7.
Fenilalanin
2,67 - 3,16
1,66
8.
Treonin
3,67 - 3,89
2,84
9.
Triptofan
4,40 - 4,68
3,98
10.
Valin
7,51 - 8,43
6,26




Sumber :  Arief (1975)
            Papain juga merupakan enzim protease dan  karena mengandung gugus sulfihidril (SH) pada bagian aktifnya maka dikatakan protease sulfidril.

Cacing merupakan  endo parasit dimana kelangsungan  hidupnya tergantung pada penyesuaian diri  dengan  induk semang, Cacing ini  dapat masuk ke dalam tubuh ternak ayam secara langsung maupun tidak langsung  melalui perantara atau induk semang. Penyakit cacing  dapat menyerang   pada umur berapapun. Anak-anak ayam sebelum 4 bulan kebanyakan  menderita cacingan. Gejala-gejala ayam yang terserang  penyakit yaitu pucat, lesu, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur  menurun  dan kemudian  diikuti dengan kematian  karena  komplikasi.
Cacing A. galli terdapat pada usus halus bagian tengah, dimana penularannya  dapat secara langsung dengan memakan telur cacing yang infektif. Tanda-tanda  penyakit ini yaitu berat badan dan produksi menurun, sedang pada infeksi berat terjadi penyumbatan usus atau diare, pendarahan dan radang usus bahkan kematian.
Getah pepaya mengadakan reaksi kompleks dengan protein yang terdapat pada tempat tubuh cacing Ascaridia galli dalam saluran pencernaan.  Reaksi yang terjadi adalah hidrolisis protein menjadi polipeptida dan peptida dan selanjutnya menjadi asam amino, sebab papain merupakan enzim proteolitik yang dapat menghidrolisis protein.  Adanya kandungan enzim papain pada pepaya yang berperan sebagai  pencerna karena bersifat  katalis merupakan suatu enzim proteolitik yang mampu merusak  protein  tubuh cacing dalam saluran pencernan.
Reaksi yang terjadi pada enzim proteolitik papain adalah hidrolisis menjadi polipeptida dan peptida, kemudian selanjutnya menjadi asam amino. Mekanisme kerja enzim papain  khusus terhadap cacing dewasa berperan dalam merusak enzim-enzim  yang dibutuhkan  cacing yang ada didalam  saluran pencernaan unggas  sehingga suplai  nutrisi  bagi  cacing  terproteksi dengan demikian kebutuhan pencernaan   untuk keperluan  tubuh cacing  akan terhambat, selain itu pula papain dimungkinkan akan merusak  protein  dan glikoprotein yang berperan dalam  transport   hasil  metabolime tubuh  cacing sehingga akan berefek pada kematian cacing dewasa, sehingga pengaruhnya  pada induk semang  atau unggas adalah nutrisi  yang dikandung  oleh pakan  yang  dikonsumsi  dapat  digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup pokok maupun kebutuhan berproduksi sehingga secara nyata efek yang diperoleh terjadi peningkatan konsumsi dan konversi pakan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Murcof (1998), menyatakan bahwa pada kadar konsentrasi 20% getah pepaya efektif dalam pengendalian infeksi Ascaridia  galli pada  ayam petelur. Adapun pengobatan dengan getah pepaya 20% pada ayam yang terinfeksi Ascaridia galli menyebabkan kenaikan produksi  telur ayam setingkat dengan berat telur dari ayam yang bebas dari infeksi cacing tersebut. Disarankan penggunaan papain sebagai obat cacing pada konsentrasi  20% dengan dosis 0,5 gr/kg BB ayam dalam 2,5 ml air memberikan hasil yang baik untuk membasmi cacing pada ternak unggas.
            Hasil penelitian Utami (1999) menunjukkan bahwa pemberian getah pepaya sebagai anthelmintika (obat cacing) berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi pakan.  Semakin tinggi tingkat pemberian getah pepaya sampai level 0,75 gram/kg bobot badan menyebabkan penurunan konsumsi pakan yang diikuti dengan pertambahan bobot badan ayam buras.  Pemberian getah pepaya sebagai anthelmintika berpengaruh sangat nyata terhadap konversi pakan.  Semakin tinggi tingkat pemberian getah pepaya sampai level 0,75 gram/kg bobot badan menyebabkan semakin menurunnya konversi pakan ayam buras.  Saran yang disampaikan adalah pengobatan penyakit cacing pada ayam buras menggunakan getah pepaya dengan dosis 0,5 g/kg bobot badan karena konsumsi dan konversi pakan menurun tetapi diikuti oleh pertambahan bobot badan yang meningkat sehingga efisiensi pakan meningkat.  Saran lainnya adalah pemberian getah pepaya dapat diberikan pada ayam buras yang tidak terinfeksi penyakit cacing karena getah pepaya dapat meningkatkan daya cerna sehingga pertumbuhan dapat meningkat pula.


Tapak dara termasuk suku kamboja-kambojaan yang banyak dipelihara sebagai tanaman hias.   Tapak dara sering dibedakan menurut jenis bunganya, yaitu putih dan merah.    Tanaman tapak dara dapat dilihat pada Gambar 5.1.





Catharantus roseus

Gambar 5.1.  Tanaman tapak dara

Daun dan bunga tapak dara apabila direbus dengan air dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol darah.  Di samping itu juga dapat digunakan untuk perangsang nafsu makan ayam, dengan pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh ayam, sehingga ayam mampu mengkonsumsi pakan secara optimal dan akan diperoleh pertumbuhan bobot badan yang baik.  Daun dan bungan tapak dara dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1.  Daun dan bunga tapak dara

Kandungan nutrisi tapak dara pada akar, daun dan biji meliputi lebih dari 70 macam alkaloid, termasuk 28 buah indole alkaloid.  Komponen-komponen alkaliod diantaranya adalah vinblastine, leurosidine, dan catharantine.  Alkaloid yang berefek hipoglemic (menurunkan kadar kandungan gula darah) antara lain leurosine, catharantine, lochnerrine, tetrahidroalstonine, dan vindoline.
Hasil penelitian Iskandar (1996) tentang pengaruh pemberian ekstrak tapak dara (catharanthus roseus) terhadap pertambahan bobot badan, konversi dan efisiensi pada ayam pedaging jantan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, tetapi tidak mempengaruhi konsumsi pakan.  Pemberian sampai 40% ekstrak tapak dara menunjukkan kenaikan yang signifikan sehingga disarankan untuk meneliti lebih jauh dengan kadar yang lebih besar sehingga akan ditemukan konsentrasi yang optimal untuk ayam pedaging.
 

Temulawak merupakan famili zingiberaceae yang berumur tahunan membentuk banyak batang semu, yang tingginya bisa mencapai dua meter.  Temulawak membentuk induk rimpang yang silindris, berbuku-buku, berdiameter hingga 5 cm lebih dan tingginya tidak kurang dari 10 cm membentuk cabang rimpang ke kanan dan ke kiri.  Temulawak merupakan tanaman hutan namun dapat tumbuh di daerah agak cerah.  Akarnya dapat membentuk umbi akar.  Sistematika tumbuhan temulawak adalah sebagai berikut:
Divisi                           :  Spermatophyta
Sub divisi                    :  Angiospermae
Kelas                           :  Monocotyledonae
Ordo                            :  Zingiberales
Famili                          :  Zingiberaceae
Genus                             :  Curcuma
Spesies                        :  Curcuma xanthorrhiza roxb
  Masyarakat telah lama dan banyak menggunakan temulawak sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit antara lain sebagai obat sembelit, kejang-kejang, penambah nafsu makan, penambah darah, radang lambung, gangguan aliran sekresi getah empedu dan penurun panas. 
Gambar 5.1.  Tanaman temulawak

Rimpang temulawak mengandung zat kurkumin 1,4 - 4% yang merupakan senyawa aktif tanaman curcuma dan dapat meningkatkan pengeluaran cairan empedu.  Zat kurkumin ini terdiri dari dua bagian yaitu desmitoksikurkumin dan kurkumin.  Kadar minyak atsiri rimpang temulawak mencapai 7,3 – 29,5%.  Kandungan pati berkisar 37,2 - 61%.  Temulawak mempunyai bau aromatik dan rasanya pahit.  Komposisi nutrisi temulawak dapat dilihat pada Tabel 6.2. 

  
  
Tabel 6.2.  Kandungan nutrisi ekstrak temulawak
No.
Zat makanan
Kandungan



1.
Pati*
48.18 – 59.64
2.
Abu
5.28 – 7.07
3.
Serat
5.28 – 4.83
4.
Kurkumin
1.60 – 2.20
5.
Minyak atsiri
7.30 – 29.50



6.
Air**
14.60
7.
Lemak
0.90
8.
Protein
5.00
9.
Mineral
3.50



Sumber : *     Rukmana (1995)
               **   Purnomowati (1995)    

Zat kurkumin yang memberi warna kuning pada rimpang ini diketahui bersifat anti bakteri dan anti inflamasi.  Zat-zat ini yang berguna untuk mengatasi peradangan jaringan.  Sedangkan keterlibatannya dalam memperlancar proses pencernaan tidak terlepas dari kerjasama antara kurkumin dengan minyak atsiri.  Disamping itu zat kurkumin berguna untuk mencegah dan mengobati beberapa penyakit pada organ tubuh antara lain penyakit hati, kantung empedu, saluran pencernaan, pankreas dan usus halus.  Pada Tabel 6.3 dapat dilihat kandungan minyak atsiri ekstrak temulawak.

Tabel 6.3.  Kandungan minyak atsiri ekstrak temulawak
No.
Minyak atsiri
Kandungan



1.
Kamfer
6.00
2.
Xanthorrizol
2.24
3.
Borneol
0.32
4.
Turmerol
0.46
5.
Phelandren
+
6.
Sineal
+



Sumber : Purnomowati (1995)

Kurkuminoid adalah senyawa aktif tanaman curcuma yang merupakan kolagoga aromatik yang bekerja lebih kolikinetik yaitu merupakan kemampuan empedu untuk mengeluarkan garam-garam empedu yang mempunyai fungsi mengaktifkan lipase dalam cairan pankreas, mengemulsi lemak, membantu absorpsi lemak dan vitamin larut dalam lemak, sebagai perangsang aliran cairan empedu dari hati dan menjaga kolesterol tetap larut dalam cairan empedu sebab bila perbandingan asam empedu dengan kolesterol rendah akan menyebabkan terjadinya endapan kolesterol.  Rimpang temulawak dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1.  Rimpang temulawak

Sedangkan hasil penggunaan temulawak sebagai minuman pada ternak kelinci betina menunjukkan bahwa tidak terdapat lemak di dalam tubuh pada karkas dan jaringan lemak di di sekitar organ reproduksi. 
Penimbunan lemak tubuh secara keseluruhan maupun lemak di sekitar organ reproduksi dapat mengganggu fungsi organ reproduksi ternak sehingga menurunkan tingkat fertilitasnya, selain itu juga ditunjukkan bahwa peningkatan aras temulawak yang dikonsumsi secara teratur dan lama menyebabkan kecenderungan penurunan banyaknya lemak tubuh yang ditimbun pada kelinci betina.  Adapun pembuatan tepung temulawak dapat dillihat pada Gambar 3.4.
Minyak atsiri mempunyai bau yang khas dan karakteristik tertentu karena mengandung minyak atsiri sebesar 7,3% - 29,5% dari berat kering.  Kurkumin juga mempunyai sifat yang dapat menghambat perkembangan bakteri  karena bersifat antiseptik.  Sedangkan alkoholnya dapat menghambat perkembangan berbagai jasad renik. 
Hasil penelitian Boediarso (1996) dengan judul pengaruh pemberian temulawak (curcuma xanthorrhiza) kering dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging strain Bromo menunjukkan kesimpulan bahwa penambahan tepung temulawak dalam ransum tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan ayam pedaging.  Dosis penambahan temulawak sebesar 2% merupakan dosis terbaik karena dapat menunjukkan peningkatan pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain meskipun secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang nyata.











Temulawak segar











































Pendidihan:
-         menghilangkan udara
-         menghentikan reaksi kimia
-         membunuh jamur
-         mempertahankan warna


























 















Penentuan dosis temulawak yang diberikan pada ayam pedaging mengacu pada dosis yang diberikan pada anak dengan berat badan 10 kg dengan temulawak sebesar 0,3 kg, berpedoman dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tentang Pemanfaatan Tanaman Obat, kemudian diaplikasikan ke ternak sebesar 1/10 dari berat badan anak, sehingga didapatkan untuk ayam pedaging sebesar 1%, 2%, 3% temulawak dari 100 kg pakan.




Kunyit (Curcuma domestica atau Curcuma longa) mempunyai beberapa nama dearah di Indonesia yaitu kunyet (Aceh), Kunyir (Lampung), Koneng (Jawa Barat), Kunir (Jawa), Konyet (Madura), Uni (Toraja), Hunik (Timor), Nikwai (Irian Jaya), Lawahu (Gorontalo) dan Henda (Kalimantan).  Tanaman kunyit pada mulanya diperkenalkan ke dunia ilmu pengetahuan dengan nama Curcuma longa koen.  Pada tahun 1918 oleh Valenton diusulkan nama baru yaitu Curcuma domestica, karena nama tersebut telah digunakan untuk jenis rempah lainnya.  Taksonomi tanaman kunyit adalah sebagai berikut.
Divisi                           :  Spermatophyta
Sub divisi                    :  Angiospermae
Kelas                           :  Monocotyledonae
Ordo                            :  Zingiberales
Famili                          :  Zingiberaceae
Genus                          :  Curcuma
Spesies                        :  Curcuma domestica

Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara dan Asia Selatan dan sekarang banyak dijumpai di India, Cina dan Himalaya.  Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis dan sub tropis.  Di Indonesia dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi sampai 2.000 m dari permukaan laut.  Suhu udara yang optimal untuk pertumbuhan kunyit berkisar antara 19 - 30oC, dan curah hujan 1.500 - 4.000 mm per tahun.  Tanaman kunyit dapat dilihat pada Gambar 5.1.

          Gambar 5.1.  Tanaman kunyit

Rimpang kunyit dapat dilihat pada Gambar 5.1.


 










Gambar 5.1.  Rimpang kunyit

Komponen utama zat nutrisi rimpang kunyit adalah pati dengan kisaran 40 - 50% berat kering. 
Minyak atsiri adalah cairan yang diperoleh dari ekstraksi kunyit.  Minyak atsiri yang terdandung dalam kunyit berkhasiat untuk mengatur keluarnya asam lambung agar tidak berlebihan dan mengurangi pekerjaan usus yang terlalu berat dalam pencernaan zat-zat makanan.  Minyak atsiri yang mengontrol asam lambung agar tidak berlebihan dan tidak kekurangan menyebabkan isi lambung tidak terlalu asam, sehingga apabila isi lambung tersebut masuk ke duodenum, maka kerja enzim pankreas yang disekresikan ke duodenum untuk menurunkan keasaman chyme semakin cepat dan semakin cepat pula terserap.


            Tumbuhan bawang putih umumnya diambil umbinya atau akarnya sebagai bagian dari kebutuhan manusia sebagai bumbu dapur ataupun obat-obatan.  Klasifikasi bawang putih dapat digambarkan sebagai berikut.
Divisi                           :  Spermatophyta
Sub divisi                    :  Angiospermae
Kelas                           :  Monocotyledonae
Ordo                            :  Liliflorae
Famili                          :  Liliaceae
Genus                          :  Allium
Spesies                        :  Allium sativum L.

Bawang putih berasal dari Asia Tengah, antara lain Cina dan Jepang yang beriklim subtropis, kemudian bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa dan akhirnya ke seluruh dunia.  Tanaman bawang putih dapat dilihat pada Gambar 5.1.

allium1.jpg (31847 bytes)

Gambar 5.1.  Tanaman bawang putih

Bawang putih termasuk dalam famili Liliaceae, genus Allium.  Genus ini meliputi ribuan spesies namun yang dibudidayakan hanya beberapa saja antara lain: bawang putih, bawang merah, bawang prei, bawang benang, bawang kulai dan bawang ganda.  

Gambar 5.1.  Umbi bawang putih

Kadar gizi umbi bawang putih termasuk lengkap yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, kalsium, fosfor, besi dan belerang.  Tetapi bawang putih mempunyai zat nutrisi khusus yaitu berupa ikatan asam amino yang disebut allicin.  Allicin adalah komponen utama pemberi aroma bawang putih dan merupakan zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat anti bakteri).  Allicin pada bawang putih juga mampu membunuh mikroba penyebab tuberkulosis, difteri, tipoid disentri, dan gonorrhoe.  Disamping itu juga dapat menangkal asma, cacingan dan gatal-gatal.  Bawang putih juga mengandung minyak atsiri antara 0,1 – 0,5% yang berisi dialil disulfida, alilpropil disulfida dan senyawa sulfur organik lainnya.    Kandungan nutrisi bawang putih dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4.  Kandungan nutrisi ekstrak bawang putih
No.
Zat makanan
Kandungan



1.
Air
66.2-71.0 g
2.
Energi
95.0-122 g
3.
Lemak
0.2-0.3 g
4.
Protein
4.5-7.0 g
5.
Karbohidrat
23.0-24.0 g
6.
Ca
26.0-42.0 mg
7.
P
15.0-19.0 mg
8.
K
346.0 mg



Sumber : *  Palungkun (1993)
                   
Kegunaan allicin antara lain adalah sebagai zat antibiotik, penunjang pengobatan diabetes, anti rematik, obat kekurangan sel darah merah, mempercepat pertumbuhan, dan mencegah penggumpalan darah.   Pemberian dosis ekstrak bawang putih sebesar 2 - 8 gram dapat digunakan sebagai obet antiseptik, antipasmodik dan anti iritasi.
Berdasarkan hasil penelitian Rokhman (2001) menunjukkan bahwa penambahan larutan bawang putih sebagai anthelmintika ternyata mempengaruhi konsumsi dan konversi pakan pakan ayam buras penderita parasit cacing.  Dosis 10 g/15 ml per ekor larutan bawang putih menunjukkan tingkat konsumsi yang terbaik dibandingkan dengan pemberian 5 g/15 ml per ekor.  

6.2.1.  Pupuk pelengkap cair

            Pupuk pelengkap cair adalah merupakan pupuk yang digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan produktifitas tanaman, tetapi selain itu juga untuk meningkatkan produktifitas ternak. 
Hasil penelitian Siswati (1996) menunjukkan bahwa penambahan pupuk pelengkap cair dalam air minum dengan level 0,01 persen, 0,02 persen dan 0,03 persen pada ayam umur 0 - 6 minggu tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan.


 Sumber :
Dr. Ir. Wahyu Widodo, MS.
Mohon ijin, materi diberikan untuk SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah jurusan peternakan, terima kasih.  

1 komentar: